Rabu, 11 November 2009

Kanibalisme dalam dunia burung. Mengapa dapat terjadi?


Tingkah laku burung terkadang mengejutkan dan menimbulkan tanda tanya besar dalam benak kita. Sering kita bertambah bingung karena tidak tahu apa penyebabnya dan apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya. Salah satu perilaku burung yang seringkali membuat kita, para pencinta burung, resah dan khawatir adalah perilaku kanibal. Mencabut bulu mereka sendiri hingga habis, membunuh anakan sendiri dan perilaku lain yang bersifat agresif terhadap burung yang lain.

Jawaban ilmiah yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian para ahli melalui riset atau kajian teknis terhadap pertanyaan, “Mengapa kanibalisme dapat terjadi dalam dunia burung?” adalah adanya PROSES BIOLOGIS DALAM TUBUH BURUNG MEMPENGARUHI PERILAKU BURUNG.

Ketika burung berkicau telah sempurna dengan bulu dewasa maka secara bertahap mereka mulai memproduksi hormon testosteron dalam jumlah yang lebih banyak. Hormon dalam tubuh burung ini akan menghasilkan perilaku frekuensi kicauan burung jantan, agresivitas terhadap burung jantan yang lain dan memulai ketertarikan terhadap burung betina. Hormon tersebut membuat burung menjadi lebih berlibido tinggi dan memiliki naluri untuk mendominasi.


Proses selanjutnya adalah setelah sang jantan berhasil menguasai atau memiliki daerah kekuasaan dan berhasil mendapatkan pasangannya, maka bersama pasangannya sepasang burung tersebut akan segera memulai babak baru dalam fase baru dalam kehidupan mereka, yaitu pembuatan sarang hingga akhirnya berdua merawat anak-anaknya.

Pada fase telur menetas dan perawatan anakan secara alami kondisi tingkat hormon testoteron pada burung rendah atau turun. Hormon yang mendominasi adalah hormon yang mendukung naluri mengurus anakan mereka (hormone prolactin). Jadi itulah yang sebenarnya terjadi. Ketika sepasang burung mulai mencari tempat yang pas guna meletakkan sarang, membuat sarang dan mengerami telur, tingkat hormon testoteron secara berangsur menurun dan digantikan dengan hormon prolactin. Hormon prolactin inilah yang akan mempengaruhi tingkah laku burung menjadi pengasuh bagi anak-anaknya.

Prolactin akan tetap menjadi hormon yang mendominasi dalam tubuh burung betina dan jantan pada masa mengeram hingga telur menetas. Dengan ketersediaan hormon prolactin dalam diri mereka, maka pasangan tersebut akan merawat dan menyuap anak-anak mereka dengan baik. Permasalahan muncul manakala tingkat prolactin turun namun hormon testoteron meningkat (naik) ketika sang betina mengeram atau telur mulai menetas. Meningkatnya hormon testoteron membuat pasangan tersebut memiliki libido tinggi dan bernaluri untuk memproduksi lagi telur-telur baru. Hormon testoteron inilah yang membuat mereka tidak mengenali lagi telur-telur yang mereka erami atau anakan-anakan mereka sendiri yang baru saja menetas. Konsekuensi dari peningkatan hormon testoteron inilah yang membuat mereka merusak telur dan membunuh anak-anaknya sendiri (naluri mereka tidak mengenali telur dan anak-anak tersebut adalah keturunannya).

Sangat dipercayai bahwa meskipun burung-burung tersebut berada di dalam kandang penangkaran yang ideal dengan perawatan yang cukup, namun meningkatnya hormone testoteron di dalam tubuh burunglah yang menjadi penyebab utama mereka menjadi kanibal. Asumsi tersebut diperkuat dengan fakta bahwa dalam selang waktu beberapa hari setelah mereka memecah, menyingkirkan telur dari sarang atau membuang anakan-anakan mereka, maka sang betina segera mengerami telur barunya.

Penyebab lain atau faktor external yang dapat membuat pasangan burung menjadi kanibal adalah kurangnya asupan makanan tertentu yang mereka butuhkan untuk menyuap anak-anak mereka, gangguan yang sering dilakukan oleh manusia, hewan-hewan penganggu (tikus, kucing, bahkan kutu).

Sumber : http://www.shama.com.sg/q&a_1.html

Tidak ada komentar: